Dokumentasi Peluncuran
Institut Drawing Bandung di Car Free Day Dago, Minggu (29/9/2019)
|
Saat itu, pak tua Sariban diminta berpose untuk menjadi model gambar bagi ratusan perupa beragam usia, mulai remaja, mahasiswa, hingga perupa senior. Hasil menggambar bersama dipamerkan di GPK. Gambar pak Sariban kini menghiasi Instagram institutdrawing. Sosok lelaki sepuh yang kerap memakai seragam kuning-kuning khas petugas kebersihan itu berpindah ke atas kertas gambar berbagai ukuran.
Sehari-hari pak Sariban berkeliling Bandung dengan sepeda tuanya. Mengenakan topi petani, membawa sapu dan tong sampah, ia tekun membersihkan jalanan. Ia kerap muncul di pusat-pusat keramaian yang kerap ditebari sampah.
Ratusan peserta yang menggambar pak Sariban dalam peluncuran IDB tadinya akan didapuk sebagai murid. Namun rencana ini terhambat karena keburu pandemi korona. Padahal IDB sudah menyiapkan konsep kegiatan, antara lain, peserta SMP ke atas akan mendapat pelajaran drawing, dan SMA, mahasiswa sampai tingkat seniman akan digiring ke wilayah kesenian, misalnya aktif menggelar pameran drawing atau diskusi tentang drawing.
Meski demikian, sambil menunggu pandemi berakhir, IDB kini lebih aktif lagi bergerak di media sosial, termasuk beberapa kali menggelar pameran online untuk menggalang dana bagi seniman terdampak krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19. Saat ini IDB diperkuat 17 anggota.
Pendiri IDB, Isa Perkasa, mengatakan latar belakang pendirian komunitas drawing tak lepas dari sejarah Gedung Pusat Kebudayaan (GPK). Isa yang juga berposisi sebagai kurator di gedung kesenian yang dulu bernama Yayasan Pendidikan Kebudayaan (YPK) menuturkan bahwa dulunya gedung ini sebagai pusat studi drawing di Bandung.
“Ketika tahun 50-an, Syafei Soemarjda membentuk sekolah guru gambar dan menjadi ketuanya. Di dalam sekolah ini ada Popo Iskandar, Barli, dan seniman lainnya. Sekolah ini jadi cikal bakal Seni Rupa UPI,” terang Isa, saat berbincang dengan Rupa dan Kata, Minggu 5 Juli 2020.
Satu dekade kemudian, lanjut Isa, di GPK kemudian muncul perkumpulan menggambar. Perkumpulan ini diikuti banyak diikuti seniman dan melahirkan generasi perupa bidang drawing.
Dengan latar belakang tersebut, Isa yang juga jebolan FSRD ITB ingin melanjutkan pendahulunya di GPK. Ia bercita-cita meneruskan jejak langka Soemarja, tokoh yang namanya kini diabadikan sebagai nama galeri seni di ITB.
GPK diharapkan menjadi wadah kegiatan, residensi maupun pameran para perupa drawing yang mengolah karya dengan media pensil, pena atau tinta, cat air, dan kertas gambar. “Saya juga ingin mengumpulkan seniman di daerah untuk berpameran drawing di sini,” katanya.
Drawing memang bukan barang baru, jika mengacu pada peran Soemardja yang menggeluti sekolah gambar. Di Bandung, perkembangan drawing mengalami pasang surut. Memasuki era 90-an, perkembangan drawing di Bandung didukung rubrik seni dan sastra Khazanah. Banyak karya seniman yang menghiasi rubrik di salah satu harian di Jawa Barat tersebut.
Kini drawing kembali naik daun seiring pesatnya media sosial seperti Instagram. Banyak seniman internasional yang menjadikan media sosial sebagai “ruang” pameran mereka. Para perupa lokal pun tak mau ketinggalan pamer karya di Instagram. “Bahkan komunitas drawing di Instagram sudah ratusan,” kata Isa.
Di ranah akademik, drawing juga dipelajari. Selain di UPI, kata Isa, ITB kini memiliki jurusan drawing. Dan di kampus Telkom University terdapat mata kuliah drawing.
Isa menjelaskan, drawing bukan saja sebagai media berekspresi. Seni gambar ini memiliki hubungan erat dengan desain grafis. Isa pun hingga kini masih menggeluti drawing. “Karena habitat drawing sudah ada di mana-mana, di internasional juga banyak,” tutur perupa kelahiran Majalengka yang drawingnya dua kali dapat penghargaan dari Phillip Morris Indonesia Art Award.
Pria yang menggeluti drawing sejak kuliah di ITB (1985-1993) ini membeberkan sejumlah keistimewaan drawing. Menurutnya, karakter perupa akan terlihat dari garis yang ia bikin, bahwa setiap garis memiliki karakter atau identitas perupanya. Baginya, drawing sebagai jalan untuk menemukan identitas.
“Drawing itu detail. Banyak seniman yang bisa objeknya benar-benar tercapai hanya oleh sebatang pensil,” katanya.
Bahkan berdasarkan pengalamannya, drawing bermanfaat bagi kesehatan, yakni sebagai media terapi penyakit stroke. Karena menurutnya drawing mampu melenturkan gerak tangan yang sinkron dengan otak. “Ada dokter yang memberikan terapi menggambar untuk pasien strokenya,” katanya. (Penulis: Iman Herdiana)
0 comments:
Posting Komentar